Wednesday, July 14, 2004
RIP Pak Min
Innalillahi Wa Innalilahi roji'un...
telah berpulang ke Rahmatullah Pak Min, Bapak angkatku, orang yang paling saya hormati selama ini, orang kedua yang selalu memberi petuah tentang hitam putihnya kehidupan setelah bapak kandung saya.
sekitar jam 11 siang 12 juli, sms masuk mengabarkan bahwa Pak Min telah berangkat ke Rahmatullah. Kepala saya langsung terasa berat, saya nggak kuasa menahan sedih. lidah hanya bisa berucap Innalillahi Wa Innalilahi roji'un..
Masih hangat di memory, dulu ketika masih anak2, bapak-ibu selalu menitipkan saya ke Pak Min sebelum mereka berangkat ke pasar. Setiap hari minggu selalu mengajak saya ke sawah dimana beliau menggarapnya. meskipun tanah dan sawah tersebut bukan miliknya Pak Min selalu semangat mengerjakan. Beliau mengajarkan bagaimana mengolah tanah yang baik, bagaimana mengatur pengairan yang benar agar bisa mendapatkan supply air yang merata.
Pertemuan terkahir dengan Pak Min lebaran yang lalu, seperti biasa setiap berkunjung ke rumahnya beliau selalu memberikan
ular-ular dan petuah, anehnya itu selalu saya nantikan setiap berkunjung ke rumahnya. Pertemuan terkahir dengan beliau sempat menyisakan suatu perasaan bersalah. Pada pertemuan terakhir tsb sempat terbesit pertanyaan dalam hati "taun depan masih bisa berkunjung ke rumah Pak Min ndak ya?" dan ternyata itu merupakan firasat saya. Terkahir beliau memberikan petuah yang sampai saat ini masih tersimpan baik di otak "
Dunyane saiki wis ora nggenah le, aja melu-melu ora nggenah. Ana istilah Jamane wis edan yen ora edan ora keduman, Kowe aja melu melu dadi edan, mundak dunyane dadi rusak Le."kata Pak Min dengan logat ngapaknya.
"
Menungsa sing tok temoni ning kantor, ning dalan, ning endi wae kabeh kui sedulur, mula pada sing rukun pada rumangsa".
Sugeng Tindak, Pak Min, Mugi Gusti Pangeran Paring padang Dunyanipun, Jembar kuburipun.
posted by suket at
9:26 PM
Wednesday, June 23, 2004
Onggosoro
Onggosoro, nama dusun di desa Giritengah, kecamatan Borobudur , Magelang. Nama dusun itu muncul kembali setelah semalam menyusun berkas data data penelitian dari proyek desa ekowisata di kabupaten Magelang tahun 2002 yang lalu. Ada yang menarik di dusun Onggosoro yang menurut saya itu merupakan kelebihan tersendiri dari dusun tersebut. Awal tahun 2002 saya ikut melibatkan diri sebagai volunteer di suatu proyek yang didanai JICA Japan kerjasama dengan salah satu LSM penggagas ekowisata di Indonesia. Saya ditugasi mengumpulkan data lapangan dan responden warga desa setempat. 2 teman saya di tempatkan di dusun onggosoro yang terletak di gugusan perbukitan Menoreh, sementara saya di tempatkan di dusun sambeng yang letaknya jauh dibawah Menoreh, di pinggiran Kali Progo. Yang membuat saya penasaran dengan dusun Onggoroso ketika teman teman bercerita bagaimana pedihnya perlakuan diskriminasi yang dialami warga dusun onggosoro dari warga dusun sekitarnya. Setelah tugas-tugas sebagai volunteer selesai saya bersama teman-teman satu tim berniat untuk beberapa hari tinggal di dusun Onggosoro, sekedar ingin tahu ada apa sebenarnya di dusun tersebut.
Letak dusun onggosoro sangat sulit di capai dengan kendaraan bermotor karena letaknya di tengah tengah perbukitan Menoreh sebelah selatan puncak Suralaya. Jalan kaki satu satunya alternative yang harus ditempuh. Karena belum paham letaknya, teman-teman menanyakan letak dusun tersebut kepada warga dusun yang kami lewati. Setiap kami bertanya dimana letak dusun Onggosoro kepada warga sekitar mereka selalu memandang sinis kepada saya dan teman-teman walaupun mereka (dengan setengah hati) akhirnya menunjukan letak dusun tersebut. Bahkan ketika saya sempat bertanya di salah satu dusun terakahir yang letaknya dibawah dusun Onggoroso, salah satu warganya sempat bekomentar,”
Kersaninpun menapa Mas kok badhe sowan wonten Nggosoro (Onggosoro.Red)?”, saya jawab, “
Namung sowan mawon pak, badhe sowan wonten dalemipun Pak Kadus”. Kemudian Pak Tua itu berucap sesuatu yang membuat saya semakin penasaran ingin tahu keadaan dusun Onggosoro. “
Cah enom saiki kok senengane neka-neka, Ngatos atos Mas wonten mrika Mas.Tiyang mrika meniko mboten kagungan agomo.” Sesampainya di dusun Onggosoro, kami sangat kagum dengan susunan rumah dan tata letaknya yang sangat rapi dan terkesan sangat teratur, berbeda sekali dengan dusun dusun yang kami lewati. Saya sempat berpikir, dimana keanehan yang sering di omongkan orang orang dari dusun lain. Saya justru merasakan kedamaian dan kesejukan yang tercipta dari suasana dusun dan kerapian yang ada begitu memasuki dusun Onggosoro. Kemudian kami disambut ramah oleh pak Kamidjan sang kepala dusun. Kami dipersilakan masuk ke rumah beliau. Rumah yang antik. Hiasan dindingnya gambar Bung Karno, sedangkan di dinding yang lain tertempel wayang orang dengan tokoh semar. Bersebelahan tokoh Semar terdapat silsilah raja-raja jawa yang ditulis dengan aksara jawa hanacaraka yang saya sendiri tidak paham isinya. Kehidupan di dusun Onggosoro sendiri sebenarnya tidak berbeda dengan dusun2 lainnya. Hanya saja jika diamati secara seksama mereka lebih tertib dalam pembagian waktu antara kerja dan kumpul dengan keluarga. Rupanya dusun Onggosoro seluruh warganya penganut aliran kejawen peninggalan Sri Sultan HB II,namun demikian mereka sangat percaya bahwa Tuhan YME itu ada, hanya saja cara dan ritual mereka berbeda dengan agama-agama yang di akui di RI. Bahkan menurut pemikiran saya mereka justru lebih bijaksana dalam menyikapi permasalahan yang ada sebagai penganut aliran kejawen daripada orang-orang yang katanya mengaku beragama yang diakui RI. Salah satu contohnya mereka bercocok tanam tanpa merusak alam dan lingkungan. Bagi mereka alam sama dengan manusia yang sama sama diciptakan Tuhan YME. Alam juga butuh kasih sayang dari semua elemen yang ada. Rusaknya alam merupakan symbol dari rusaknya moral manusia. Sebagai penganut aliran kepercayaan ( kejawen murni ) mereka tidak tiap hari beribadat. Mereka melakukan ibadah tiap malam jum’at yang biasa dilakukan secara berjamaah di suatu tempat ibadah yang mereka namakan pendopo pamenengan. Ritual ibadah mereka berupa kegiatan perenungan atau pamenengan dalam rangka eling kepada Tuhan Yang Maha Esa atas apa yang telah diberikan dan dosa2 yang telah di lakukan. Onggosoro selalu terbuka kepada siapa saja tanpa memandang latar belakangnya. Pak Kamidjan mempersilakan kami untuk melihat aktifitas ritual mereka. Bahkan mereka sangat terkesan terbuka kepada siapapun. Warga onggosoro percaya manusia memiliki persamaan kodrat. Warga onggsoro memang terkesan sangat ketat terhadap nilai dan norma-norma hidup tapi bukan berarti mereka menutup diri dari kemajuan masa. Mereka juga memahami dan memantau setiap perkembangan di Indonesia, baik politik,social budaya maupun teknologi. Tetapi mereka tidak lantas menyerap hal-hal tsb. Ini terbukti dari pengetahuan Pak Kamdijan ketika kami berbincang-bincang masalah yang melanda negri ini. Pak Kamidjan sangat tanggap akan hal-hal baru yang terjadi di ibukota saat itu.
Dari bincang-bincang dengan Pak Kamidjan, beliau bercerita tentang perlakuan yang diterimanya dari warga dusun-dusun yang lain. Warga onggosoro dianggap orang-orang yang tidak beradab karena tidak beragama, tapi justru mereka lebih beradab dari anggapan mereka. Salah satu perlakuan yang tidak menyenangkan diceritakan Pak Kamidjan setiap mereka beraktifitas di pasar untuk memasarkan hasil kebun mereka. Di pasar mereka selalu dijauhi di kucilkan sehingga hasil kebun mereka hampir tidak laku jika dijual di pasar Borobudur. Salah satu cara untuk tetap bisa bertahan hidup Pak Kamidjan dan warganya kadang-kadang harus menjual hasil kebun mereka ke pasar Kali Bawang, Kulon Progo. Saya sempat berpikir “
Edan adoh bianget lhe dodolan”.
Perlakuan yang lebih sadis pernah dialami Pak Kamidjan ketika ada rembug deso yang mengumpulkan seluruh kepala dusun di desa Giri Tengah. Di tengah perjalan menuju rumah Kepala Desa, Pak Kamidjan di hadang dan di keroyok oleh beberapa orang warga dengan maksud tidak boleh menghadiri acara tersebut karena dengan alasan diacara tersebut ada pengajiannya. Dengan perlakuan tersebut Pak Kamidjan hanya bisa terima tanpa ada dendam. Menurut Pak Kamidjan dendam tidak pernah menyelesaikan masalah. Justru akan semakin memperpanjang masalah yang seharusnya sudah selesai.
Saya sangat terharu dengan kesederhanaan hidup dan kesederhanaan mereka dalam menyikapi berbagai masalah yang menimpa. Bagi mereka, sudah bisa hidup pun mereka sangat bersyukur. Salah satu ungkapan rasa syukur mereka dalam menghargai hidup dengan menghormati, menghargai dan berbuat baik terhadap orang lain tanpa memandang segala-galanya. Setelah sempat menginap satu malam di Onggosoro, paginya saya dan teman-teman berpamitan kepada Pak Kamidjan dan keluarga serta warga dusun Onggosoro. Sebelum meninggalkan dusun, pak Kamidjan berkata kepada saya dan teman-teman untuk memintakan bantuan dari LSM tempat saya dan teman-teman melakukan penelitian. Pak Kamidjan hanya minta untuk bisa diusahakan bisa menjual hasil kebun mereka seperti warga dari desa dan dusun-dusun yang lain. Hal tersebut sudah saya sampaikan kepada Direktur LSM tersebut. Namun sampai saat ini saya belum mendengar kabar dan perkembangan dari permohonan tersebut karena saya sudah tidak aktif lagi di LSM tersebut. Ketika beberapa hari yang lalu saya sempat bertemu dengan rekan salah satu aktifis LSM tersebut saya sempat menanyakan bagaimana nasib warga Onggosoro saat ini, apakah sudah lebih baik. Rekan tersebut menjawab “Saya sudah menyampaikan hal tersebut ke ketua tapi entah sampai saat ini belum ada tindakan. Entahlah mengapa sang ketua lebih memilih mengurusi proyek-proyek yang birokratis tapi memang menghasilkan materi”. Saya sedikit kecewa. “Trus dimana fungsi kalian sebagai LSM ? apa cuma mencari keuntungan dari proyek proyek yang didanai pemerintah?
Dalam hati saya berucap “Saya telah berdosa tidak bisa membantu saudar-saudara saya di onggosoro“. Saya hanya bisa berdoa semoga mereka selalu diberi kelapangan dada dan kesabaran dalam menyikapi kehidupan.
posted by suket at
12:04 PM
Tuesday, May 25, 2004
Analisis Politik Ala Angkringan
Ternyata persiapan pemilu capres banyak menimbulkan komentar yang unik dan sekaligus polos. Kejadian ini saya alami di sebuah angkringan jalan kaliurang km 5, sebelah utara gedung MM-UGM.Pulang berjalan kaki membuat perut saya lapar,saya mampir sejenak disebuah angkringan. malam itu sekitar jam 11 malam setelah bantu teman-teman dari sebuah band Indie yang sedang menggarap sebuah video klipnya. Iseng saya mampir disebuah angkringan. Awalnya saya kurang begitu tertarik dengan perbincangan 2 orang, dilihat dari penampilannya mereka adalah mahasiswa, sedang membicarakan perkembangan pemilu capres. Mereka sedikit berargumen dengan bahasa yang ilmiah agak intelektual. Saya sempat berkata dalam hati "
ah.. dasar mahasiswa". Hehehe...
Di angkringan tersebut ada 2 orang Pak tua sedang menikmati panasnya teh manis kental. Mereka juga tampaknya tertarik ingin ikut berbicara, namun mengurungkan niatnya karena, Mungkin, mereka tidak paham dengan bahasa-bahasa ilmiah yang dibicarakan 2 orang mahasiswa tersebut.Tak lama 2 mahasiswa tersebut meninggalkan angkringan. Kemudian pak tua yang satunya mulai berbicara :"
Piye kae Jagomu, ra lolos dadi capres kok muring-muring karo KPU", kemudian pak tua yang satunya menimpali "
Wong jagoku ki Ngarsa Dalem Jeh, nanging malah mundur, ayem aku".
Pak'e angkringan ikut menimpali "
Yen aku ki presiden'e sopo wae manut, anggere negorone aman, tentrem adem ayem, rego2 ora gampang mundak koyo saiki, nggih mboten mas", kata pak'e angkringan kepada saya,"
Nggih Pak, leres meniko".
Pak Tua yang satunya agak nggremeng "
wong mlaku kudu dituntun, erp tapak asmo kudu di tuntun, mosok yo ngeyel isih arep dadi presiden, Mbok ya uwis isih akeh sing sehat, seger lan waras awake".
"
Lha timbang kaya ngono presidene luwih becik aku wae sing dadi presiden, aku ya kuat, sehat isih bisa nyawang kahanan. mung kurang'e siji, aku wong bodo". kata Pak'e angkringan sambil tersenyum mringis.semakin malam dialog terjadi semakin hangat dengan berbagai analisis. Pak tua yang satunya memiliki analisa yang agak ilmiah "
iki ketoke yen militer sing menang negarane bakalan koyo jaman Pak Harto biyen, masiyo ngakune wong militer alus, nanging lak ngerti dewe tho militer ki koyo ngopo, mesti keras".
saya hanya mendengarkan sambil menengguk teh hangat dengan sesekali menimpali perbincangan mereka.
Rakyat sudah tidak bisa dibohongi, saya sempat terlintas dari sebuah wacana pada masa-masa pemilu yang lalu bahwa, ada capres yang secara nyata didukung oleh hampir 35% rakyat indonesia. Kemudian setelah menyimak dialog diatas aku bertanya-tanya
"rakyat yang mana ya?"
Lha wong rakyat aja sudah pandai memilah dan memilih. Mungkin itu hanya sekedar kamuflase dari partai yang ingin menonjolkan bahwa partainya punya massa, entah itu massa atau partisipan.
Yah, semoga saja badai di negara ini cepat berlalu. saya hanya ingin tetap bisa merasakan nikmatnya kehidupan malam sambil menikmati dialog diangkringan tanpa harus ada jam malam.
Siapapun presidennya saya manut,
Becik urip ing prasaja.
posted by suket at
12:26 PM
Wednesday, May 05, 2004
Gerhana Bulan
Lagi enak-enaknya tidur, 5 mei jam 02.35 di telpon sama temenku suruh keluar rumah.
Pikirku, ada apa keluar rumah. aku menebak-nebak "waduh, jangan-jangan
merapi njebluk! ". Eh ternyata bukan. Temen itu telpon minta saya untuk motretin gerhana bulan. Wah, indah sekali pemandangan malam itu. purnama seolah-olah tak kuasa menahan bayangan tundra bumi akibat cahaya matahari yang sejajar dengan bumi.
puncaknya pada jam 04.25 gerhana total terjadi. langit yang tadinya terang jadi redup karena cahaya rembulan tertutup bayangan bumi.
Indahnya fenomena alam.
posted by suket at
9:34 PM
Saturday, April 24, 2004
Sepi Londo
Seorang teman datang ke kantor siang tadi. Dia mampir sekedar untuk jalan-jalan. Biasanya dia mangkal di daerah prawirotaman dan sekitarnya untuk meng-
guide para bule yang datang ke jogja. Tiap minggu dia bisa mendapatkan pendapatan sekitar 200-500 rb. Dia seorang guide lepas, orang sering menyebutnya "guide liar", menurut istilah saya dia guide anti kemapanan, karena dulu pernah diajak gabung di HPI (himpunan pemandu Indonesia) dia malah keluar dengan alasan tidak suka dengan aturan yang terlalu birokratis.
siang tadi dia mampir ke biro dengan wajah yang lusuh. Sempat saya bertanya
,"Piye dab, londone rame ra?". Dia menimpali,"
Yen rame ra mampir mrene aku." Dia bercerita bahwa sudah hampir 2 bulan di prawirotaman sudah menipis londo. Kalaupun ada pasti jadi
bancakan guide-guide yang lain. Kasian dia, Imbas dari kampanye dan pemilu orang-orang macam dia yang kena getahnya. Untuk bisa makan, tiap malam dia nyambi ngojek di kawasan umbul harjo dan jl. paris. sementara anaknya ditinggal di desanya. HP miliknya tidak luput dari keinginannya untuk bertahan hidup. Dia jual HP kesayangannya. Saya salut dengan rasa optimis dan semangatnya.
"Suk, aku iso tuku HP sing luwih apik yen londone wis padha teka!".
"Mbok rasah ono pemilu rasah ono kampanye, men aku iso nggolek duit. iso makani anak bojoku. Yen ngene iki susah rep mbut gawe".
Sabar teman, tetap berkeringat untuk berusaha, tetap berusaha untuk anak istri. Saya cuma bisa memberi semangat dan harapan. Ngeres banget setelah mendengar cerita dia. Paling tidak saya termasuk salah satu yang beruntung masih bisa makan walau dengan seadanya, masih terima gaji setiap bulannya walaupun seadanya juga.
Gusti Ora sare!
posted by suket at
12:19 AM
Tuesday, April 06, 2004
Fenomena Pemilu
Kenapa saya katakan Pemilu sebagai suatu fenomena ?
Di jogja, sepertinya pemilu berjalan aman aman saja. saya ndak tau pasti. karena pas hari "H" (karena saya ndak ikutan nyoblos, blm 17 thn) saya justru mubeng-mubeng boyolali - salatiga sekedar dolan dengan papanya
katja dan seorang teman. ternyata dolan pada saat pemilu enak, jalan-jalan sepi. tapi imbasnya begitu malam sampai jogja, cari warung makan susahnya minta ampun. kalaupun ada, begitu di datangi mereka dengan senyum ramah berkata
"wah nuwun sewu mas, sampun telas". Gendeng! sampe segitunya. tengah malam muter-muter jogja cuma untuk cari nasi goreng. akhirnya dapet di depan terminal jombor. itupun tinggal satu bungkus. Ngenes banget. susahnya jadi anak kos.
Mungkin bisa dikatakan tgl 5 kemaren perekonomian benar-benar lumpuh. Toko-toko tutup, sampai sampai warung makan yang biasanya tutup hanya pada saat lebaran ikut-ikutan tutup.
benar-benar sebuah fenomena lima tahunan.
posted by suket at
10:21 PM
Thursday, April 01, 2004
Penakluk Pagi
Satu alasan yang membuat saya semangat untuk bangun lebih pagi ketika akan berangkat kerja pagi hari, sesosok wanita dengan segala kesederhanaanya. Saya selalu berharap semoga dia bisa satu angkutan dengan saya. Dia selalu menunggu angkutan di persimpangan ring road kaliurang jogja. Jika dilihat dia nampak biasa biasa saja seperti layaknya karyawati-karyawati kantor, dengan setelan blazer atau apapun namanya, saya kurang tau model-model pakaian wanita, dan bawahan rok. Tapi yang menjadi tidak biasa ketika saya mulai suka mengamati raut ekspresi wajahnya. Wajahnya sangat polos sekali, sangat sederhana. Tanpa riasan yang berarti. Mungkin, dia hanya memakai lipstik, itupun sangat tipis sekali. Sedangkan wajahnya saya sangat yakin dia tidak memakai bedak ataupun sejenisnya. Saya bisa membedakan antara wajah berbedak dan tidak berbedak dengan membandingkan wanita yang persis duduk disebelahnya. Pipinya akan nampak merah bak tomat jika cahaya mentari pagi menerpa wajahnya melalui kaca jendela angkutan. Dia terlihat sangat anggun dalam kesederhanaanya. Saya pernah berhayal apakah dia mau jadi model untuk saya potret. Hayalan hanya tinggal hayalan, karena sampai saat ini saya tidak cukup mental untuk menegurnya ataupun menyapanya. Ironis.
Saya hanya sanggup mengagumi keanggunan dan kesederhanaanya dalam hati. Langkah kakinya sangat yakin akan menundukan hari. Dirinya bagaikan Sang Penakluk Pagi.
posted by suket at
11:11 PM